Thursday, December 27, 2007

Surat Akhir Tahun kepada On Kayee*

* On Kayee adalah kelompok volunteer peduli konservasi, beranggotakan siswa SMU di Jantho


Persembahan Akhir Tahun


oleh: Cut Meurah Intan

Mei kemarin, kakak teringat ketika kita bercerita tentang hutan dengan sejuta makna
Kalian bersemangat memilih kata, memberi nada membentuk irama
Agar manfaat hutan dapat didengar banyak telinga...



Desember ini, kakak menjadi saksi bahwa bulan ini kalian sangat bahagia
Masuk dapur rekaman dengan penuh suka cita
Azmi yang pemalu jadi girang tak tahu malu
Restu yang bikin lagu, serasa melayang, rasa tak menentu
Ola, Nita,Tia dan Melda , hari itu kalian tertawa saja
Agus, Erwin, Sri dan Nindia, kalian bilang ini jadi pengalaman tak terlupa


Kebahagiaan itu akan lebih sempurna jika...
Lagu ini bisa seumpama rencong yang runcing menembus kedalaman jiwa
Seumpama tari seudati yang membangkitkan rasa bangga
Seumpama cakradonya yang gaungnya membahana....
Adik-adikku terima kasih,
Semoga harapan kalian untuk melihat hutan lestari menjadi nyata
Dan..lagu ini akan menjadi persembahan di akhir tahun Kampanye Bangga yang akan kakak ingat selamanya...


Love,
Kak Itjut

Pada suatu hari di SDN IV Dayurejo ...

oleh Tim Kaliandra Sejati

Pertunjukan panggung boneka yang dilaksanakan di SDN IV Dayurejo selau mundur dari jadwal yang direncanakan. Banyak permasalahan yang menyebabkan tertundanya kegiatan tersebut. Mulai dari kegiatan midsemester, pertemuan kepala sekolah se-gugus 6 Kec. Prigen sampai dengan alasan yang tidak jelas disampaikan kepada tim Pride.

Akhirnya pada hari Sabtu bapak guru dari sekolah SDN IV Dayurejo menghubungi tim Pride bahwa pertunjukan panggung boneka bisa dilaksanakan hari senin tanggal 25 Nopember 2007 jam 09.00 wib. Hari itu juga tim berkoordinasi, Tajuri bertanggung jawab di media, Eva yang mengkoordinir kegiatan acara pertunjukan dan Fathur dokumentasi dan kuis (hadiah).
Hari Senin pagi-pagi sekali tim melakukan persiapan. Salah satu dari tim tidak datang yaitu Eva karena ada kegiatan dengan keluarga. Kekurangan tim tidak menjadikan gagalnya rencana kegiatan. Tepat jam delapan tim yang tinggal Tajuri dan Fathur berangkat menuju Sekolah dengan semua perlengkapan. Sesampainya di sekolah tim di sambut oleh Bapak Suligi, guru pengkoordinir panggung boneka di sekolah. Di ruang kepala sekolah di sambut oleh Bapak Suhartono sebagai kepala sekolah SDN IV Dayurejo. Setelah berbasa-basi sebagai bumbu pembicaraan, tim menerangkan maksud kedatangannya. Kepala sekolah menyampaikan permohonan maaf kepada tim Pride karena beberapa kali rencana kegiatan pertunjukan panggung boneka di sekolah ini tertunda. Saat jam dinding menunjukkan angka delapan lebih empat puluh delapan, pembicaraan mulai diakhiri.

Tim kemudian meminta ijin kepada pak Suhartono untuk mempersiapkan pertunjukan. Tim mulai beraksi untuk mempersiapkan dengan merangkai panggung, sound sistem dan perlengkapan lainnya. Menjelang jam sembilan, tepatnya kurang tujuh menit, siswa mulai keluar dari kelas karena sudah jam istirahat.
Jam sembilan lebih lima menit bel sekolah berbunyi tanda istirahat. Semua siswa berhamburan keluar dari kelas masing-masing. Panggung boneka yang dipasang oleh tim Pride menjadi sasaran serbuan mereka. Seperti ada yang aneh di sekolah mereka. Bapak Suligi kemudian mengendalikan keadaan siswa yang begitu riang berkerumun di dekat panggung dan memerintahkan kepada siswa “anak-anak minggir dulu biar teman-teman yang mau main boneka panggung bisa lewat” ucapnya sembari “menggiring” delapan siswa yang akan memerankan pertunjukan panggung boneka. Siswa yang tidak sabar bertanya kepada pak guru “Pak, saya boleh lihat pak?” tanya seorang siswa kepada pak Suligi. Sepertinya anak-anak belum tahu kalau hari itu memang diadakan pertunjukan untuk semua siswa di sekolah.

Sebagian siswa duduk di depan panggung dan sebagian lagi berteduh di bawah pohon kelengkeng di halaman sekolah. Terik matahari yang membuat mereka agak menjauh dari panggung karena hari itu memang sangat panas sekali. Tiba-tiba terdengar “Pada suatu hari, di sekolah…..“ kata-kata yang keluar terdengar nada menggelegar tidak seperti suara anak-anak. Padahal peserta yang menjadi pemeran panggung boneka adalah anak-anak kelas enam. Ternyata itu adalah suara bapak suligi yang mengawali acara panggung. Yang tadinya siswa berada jauh dari panggung, segera berlarian mendekat ke panggung. Mereka sepertinya tidak memperdulikan panasnya matahari. Semua siswa dengan tenang mendengarkan dialog yang dilakukan oleh siswa kelas enam. Dialog dilakukan dari dalam panggung sehingga pemerannya tidak diketahui oleh siswa yang lain.


Hampir tidak ada suara selama pertunjukan dilakukan. Tenang dan hanya sesekali siswa tertawa dengan adegan yang diperankan. Terutama saat adegan di hutan. “ee… keliru” kata salah satu pemeran. Cerita yang dibawakan memang sangat serius tidak banyak mengundang tawa penonton. Akan tetapi tidak mengurangi antusias penonton untuk mengikuti jalannya cerita.

Di akhir acara semua pemain berdiri. Dan tahulah semua siswa siapa saja yang memerankan pertunjukan. Kemudian acara pertunjukan ditutup dengan pertanyaan-pertanyaan kuis yang disampaikan oleh para pemeran pertunjukan. Tim Pride menyediakan hadiah kepada siapa saja yang menjawab pertanyaan yang disampaikan. Setelah pertanyaan dari para pemain kemudian bapak gurunya juga memberikan pertanyaan.

Monday, December 17, 2007

Saling Tolong-Menolong ... itulah Keluarga Pride!

(dari monitoring trip nya Rare ke Jawa Tengah - Panji Anom/YBL Masta & Sri Ulie Rakhmawati/ Yayasan Kanopi Indonesia)

Hingga saat ini sudah ada total 19 Kampanye PRIDE di Indonesia .. yang sudah selesai, sedang berjalan, maupun baru akan dimulai ..... program nya bukan saja kompetitif, tapi juga berat dan menuntut komitmen, kerja keras, dan kesungguhan hati yang tinggi .... tapi tak perlu kuatir ... seperti juga keluarga ... para manajer kampanye Pride ibarat sebagai sebuah keluarga .... bantuan, sumbang saran, sumbang tenaga akan selalu disediakan dan diberikan untuk sesama anggota keluarga ...... !





Akbar - Kent 5 - membantu Panji - Bogor 1 - di Magelang untuk pelatihan interpreter (Ds. Sutopati, 10-11 Desember 2007)

Setelah berdebat dan berdiskusi, makan bareng, bercanda bareng ....

Kent 1, Kent 5, Bogor 1 di satu tempat yang sama, pada waktu yang sama ....


Bogor 1, Bogor 2, pada tempat yang sama, di waktu yang sama , saling membantu .....

Kent 1, Kent 5, Bogor 2 & asisten nya di TN G. Merapi ....


Tungku hemat-energi: solusi alternatif mengurangi pemakaian kayu bakar

oleh: Panji Anom (YBL Masta)

Bagi ibu-ibu di Desa Sukomakmur, Kec. Kajoran, Magelang, berjalan kaki menanjak menuju hutan selama 4 jam dan memanggul 50 kilogram ikatan kayu bakar adalah kegiatan yang sudah biasa. Kegiatan yang dilakukan ini memenuhi kebutuhan kayu bakar untuk memasak dan juga untuk dijual selama kurang lebih 3 hari. Harga 10 kg kayu bakar adalah Rp 20,000. Setiap bulan 2 kuintal kayu digunakan untuk memasak. Total kebutuhan satu keluarga terhadap kayu bakar adalah 3 -5 ton per tahunnya. Tuntutan untuk menghidangkan makanan bagi keluarga telah mengalahkan rasa lelah dan juga mengabaikan keseimbangan alam.

Dalam rangkaian Kampanye Pride di kawasan ini, salah satu usaha untuk mengurangi pengambilan kayu bakar di hutan maka diperlukan suatu teknologi sederhana yang dapat siap diadopsi oleh masyarakat di Sukomakmur. Tungku-hemat kayu bakar, merupakan satu solusi yang terpikirkan oleh YBL Masta. Teknologi ini awalnya dikembangkan oleh Jaringan Kerja Tungku Indonesia yang digagas oleh Yayasan Dian Desa dan juga sudah digunakan di Wonosobo dan Klaten .

Pendekatan pun dilakukan melalui para ibu yang tergabung dalam kelompok PKK dan Dasa Wisma. Rangkaian diskusi dilakukan sehingga terkumpullah 20 orang ibu dan 20 orang bapak warga Desa Sukomakmur (6 dusun), dibantu 2 narasumber dan 5 fasilitator yang bersedia berlatih bersama untuk membuat tungku hemat kayu bakar ini. Manfaat yang ditawarkan dengan menggunakan tungku ini membuat para ibu bersemangat untuk mengembangkan teknologi ini.

Tungku ini idealnya terbuat dari tanah liat, namun karena materi ini tidak tersedia di Sukomakmur maka semen menjadi bahan baku alternatif. Tungku dengan 2 lubang berbentuk kotak dengan ukuran 30 cm X 70 cm X 20 cm. Perbedaan tungku ini dari tungku yang biasa digunakan oleh ibu-ibu di Sukomakmur adalah dari konstruksi aliran energi, yang dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi pembakaran yang lebih efektif. Biaya produksi satu buah tungku sekitar Rp 60,000. Sementara jika membeli tungku yang biasa, harganya adalah Rp 25,000 satu lubang api, padahal biasanya minimal satu dapur membutuhkan 3 lubang apai. Sementara manfaat dan kelebihan yang ditawarkan adalah berkurangnya asap karena pembakaran lebih efektif, serta berkurangnya penggunaan kayu bakar hingga 50%. Bagi para ibu, ini bukan saja mengurangi pengeluaran harian, juga memberikan waktu yang lebih berkualitas bagi anak dan keluarga, juga memberikan kesehatan yang lebih baik.

Rencana tindak lanjut dari para peserta pelatihan ini adalah menjadi kader di dusun masing-masing yang bertanggung jawab untuk mensosialisasikan dan mengajarkan teknologi hemat energi ini. Lebih jauh lagi, 1300 KK menyatakan ketertarikannya dan secara swadaya akan membuat dan menggunakan tungku ini di setiap rumah di Sukomakmur.

Pak Budi, Sekretaris Desa Sukomakmur, saat ini telah 1 bulan menggunakan tungku ini. Dan sudah menceritakan kepada orang-orang di sekitar rumah beliau. "Wah, ini sudah satu minggu saya tidak naik ke tempat penyimpanan kayu! Biasanya 2 hari sekali pasti naik ke atas untuk turunkan kayu untuk masak! Aneh juga ... sekarang jadi bisa mengerjakan hal-hal lain dengan waktu yang ada ..... " sambil tertawa Pak Budi menceritakan keuntungannya menggunakan tungku hemat energi ini. Dengan penuh semangat dan antusiasme berkata "Bayangkan kalau semua warga Sukomakmur menggunakan tungku ini! Target saya semua orang di desa akan menggunakan tungku ini, bukan saja menjadi lebih hemat dari segi uangnya, tapi juga hutan kita yang tersisa itu bisa terjamin kelestariannya".

Adopsi teknologi baru yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, bukan saja meringankan dan memberi kenyamanan bagi para ibu, memberikan waktu yang berkualitas bagi keluarga namun juga dalam jangka panjang berkontribusi terhadap lestarinya hutan Potorono yang masih tersisa.

Wednesday, December 12, 2007

Festival Hutan - Membangun Rasa Memiliki dan Kebanggaan


oleh: Cut Meurah Intan/Yayasan Mapayah


Desember ke 9, festival hutan usai digelar. Dimulai dengan kontes masak, ibu-ibu menjawab kuis tanpa gentar. Berlanjut dengan lomba dai yang seminggu sebelumnya mereka dibekali. Kuis Keluarga Bangga yang harus tertunda karena sulitnya mencari peserta, si ibu mau tapi bapaknya malu. si bapak berani, si anak gak percaya diri. Karena formatnya keluarga maka butuh waktu untuk mencari sementara dalam minggu itu warga kampung persiapan pemilihan kades yang serentak di mana-mana.

Dengan sangat sederhana hajat festival dilaksanakan juga, hampir 100 orang hadir di Pusat Latihan Gajah Sumatera.Pagi itu hujan deras, sangat deras sehingga lapangan tempat acara digelar becek diguyur hujan, tepat pukul 12 siang kabut tebal, tebaal sekali sehingga si gajah beneran yang direncanakan akan memberikan hadiah tidak dapat dihadirkan. Si gajah harus diambil dulu menggunakan truk pengangkutan sementara kendaraan tidak bisa jalan. Stelah dhuhur, hujan deras kembali mengguyur. Memang hari itu banyak sungai meluap, banyak daerah kebanjiran, seolah memberikan bahan renungan tentang kondisi hutan sekarang. Namun anak-anak tetap semangat membuat dan menciptakan puisi, ceramah konservasi pun disampaikan menembus kabut tebal masuk ke hati pendengar.
Wartawan Aceh TV bersedia datang untuk meliput agar bisa diketahui lebih banyak orang.
Acara sore itu kututup dengan kebahagiaan sekaligus sedih juga, karena ada 2 kegiatan yang tertunda, lomba lagu dan kuis keluarga bangga...waktu seminggu ternyata kurang untuk menarik peserta.

Akhirnya kekurangan memang milik hamba, terima kasih masyarakat karena kalian aku bisa. Mapayah kau dimana....?